Feeds:
Pos
Komentar

Archive for September, 2008

Kembali ke Fitrah

Apakah fitrah itu? Kata hadist Nabi, setiap manusia lahir dalam keadaan fitrah. Fitrah adalah keadaan semula jadi, atau potensi dasar insan.

Seperti apa potensi itu?

Pada dasarnya jiwa manusia itu sempurna, memiliki kemampuan membedakan yang buruk dari yang baik, memiliki kecenderungan kepada agama yang benar, memiliki kecenderungan lupa, mesra, juga bergolak. Fitrah dasar manusia itu dapat dilihat pada bayi yang baru lahir, simpatik, menarik, lugu dan jujur. Semua aspek dari bayi itu menarik hati, tangisnya, geraknya, bahkan pipisnya.

Tidak ada seorangpun yang marah jika dipipisi bayi. Akan tetapi bersamaan dengan perjalanan waktu, yakni ketika sang bayi tumbuh dan berinteraksi dengan lingkungan, beraktualisasi diri, maka mulailah terjadi distorsi dari fitrahnya.

Ketika anak-anak, ia mulai bandel dan rewel. Ketika remaja ia bisa berbohong dan tawuran. Ketika dewasa ia bisa merekayasa segala sesuatu secara curang demi untuk kepentingan diri. Dan ketika ia berada pada puncak karir, ia bisa berubah menjadi jahat dan menyebalkan.

Nah, ibadah puasa dengan segala kelengkapannya dapat secara perlahan-lahan mengembalikan penyimpangan itu mendekat kepada fitrahnya yang jujur dan simpatik. Dalam berpuasa diajarkan untuk rendah hati kepada sesama. Dalam berpuasa diajarkan untuk kembali tekun beribadah.

Dalam berpuasa diajarkan untuk banyak memberi kepada orang lain, diajarkan untuk tidak berkata-kata kecuali yang benar. Diajarkan untuk tidak melihat kecuali sesuatu yang halal. Diajarkan untuk tidak mendengar kecuali sesuatu yang halal didengar.

Bohong, bergunjing, gosip, fitnah, adu domba, bertengkar, maksiat dan semua yang tercela secara keras tidak boleh dikerjakan selagi dalam bulan puasa. Jika itu semua diperhatikan maka seorang yang sudah sangat menyebalkan bisa berubah menjadi simpatik kembali.

Mungkinkah?

Belajarlah kepada ulat bulu yang sangat menjijikkan. Ketika ia bertekad untuk berpuasa dengan masuk ke dalam kepompong, dan didalam kepompong selama tigapuluh enam hari hanya berzikir, maka ketika keluar dari kepompong, ia sudah berubah total dari ulat bulu yang menjijikkan menjadi kupu-kupu yang sangat menarik, berwarna-warni, terbang kian kemari.

Sumber: Unknown (diedit)

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1429H. Taqobalallahu minna waminkum, syiamana wa siyamakum. Mohon maaf lahir dan bathin.

Read Full Post »

Salah satu aktivitas yang saya lakukan di pekerjaan saat ini adalah mempelajari dan mengkaji berbagai regulasi yang terkait dengan pekerjaan tersebut, mulai dari undang-undang sampai peraturan terkait. Pada mulanya saya merasa bete harus browsing dan bulak-balik membaca berbagai regulasi tersebut. Tetapi setelah mencoba fokus, ternyata ada beberapa hal menarik yang saya temukan.

Pertama adalah traceability antara undang-undang sebagai regulasi tertinggi dengan regulasi di level bawahnya yang menjelaskan bagaimana teknis pelaksanaan dari apa yang diamanatkan oleh undang-undang tersebut.

Sebagai contoh, UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional mengamanatkan setiap Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) mempunyai rencana strategis (renstra). Nah, setelah ditelusuri ternyata banyak missing link yang bisa menautkan renstra yang dibuat dengan regulasi-regulasi di atasnya sampai ke level undang-undang tadi.

Kedua adalah relevansi isi (content) regulasi di level teknis dengan bidang ilmu yang menjadi dasar pelaksanaan pekerjaan.

Sebagai contoh, dasar keilmuan untuk penyusunan renstra Kementrian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan SKPD adalah manajemen perencanaan pembangunan. CMIIW. Tetapi setelah dilakukan pemetaan, ternyata banyak regulasi yang menjadi produk hukum untuk renstra ini yang rada menyimpang dari dasar keilmuan tersebut.

Iseng-iseng saya coba kaji dan telusuri keterkaitan antar beberapa regulasi tentang pendidikan. Juga tentang teknologi informasi dan komputer. Hasilnya??? Ah, biar saja pembaca yang mencoba menjawabnya sendiri.

Read Full Post »

Kemaruk?

Tiga minggu terakhir ini benar-benar merupakan minggu yang sangat melelahkan. Beberapa pekerjaan harus diselesaikan secara paralel, overlap satu sama lainnya. Rute Bandung-Jakarta pun mulai menjadi suatu ritual.

Akibatnya jatah tidur harus dikurangi drastis. Janji dengan mahasiswa dan beberapa teman banyak dicancel. Waktu untuk orang-orang yang lagi dekat terpaksa dikorting abis. SMS dan email yang ngga ada kaitannya dengan pekerjaan dibiarkan numpuk di inbox tanpa sempat dibalas. Blog pun cuma sempat ditengok saja.

Dampak yang paling terasa adalah sleepy all day long alias tunduh dan nundutan terus sepanjang hari. Buka puasa tidak bisa dinikmati karena banyak setoran kejar tayang. Teman-teman dan orang-orang yang sempat dekat pun kembali menjauh karena merasa dicuekin, missed call berkali-kali dan selalu late reply. Untungnya, laptop sebagai “orang” yang sangat dan paling dekat ngga ikut-ikutan ngadat!

Ah, what kind a life of me!?

Maksud hati ingin membantu dan tidak ingin mengecewakan teman, apa daya load and capacity ternyata ngga ngimbang. Harusnya saya memaknai kembali, bahwa segala sesuatu yang berlebih-lebihan itu sangat tidak baik.

Anyway, have a nice week end… 🙂

Read Full Post »

Idealnya, orang dengan kompetensi tinggi mempunyai eksistensi yang tinggi pula. Dan merupakan suatu kewajaran jika orang dengan kompetensi rendah, eksistensinya pun rendah pula.

Pada kenyataannya, banyak orang yang mempunyai kompetensi tinggi tetapi eksistensinya rendah. Dan celakanya, banyak juga orang yang mempunyai kompetensi rendah tetapi eksistensinya tinggi. Akibatnya tatanan sistem yang seharusnya berjalan dengan baik berubah menjadi ngaco.

Seharusnya kita menyadari, eksistensi berbanding lurus dengan kompetensi. Ada vektor usaha yang harus dilakukan jika kita ingin pindah kuadran seperti contoh berikut.

Sayangnya, banyak orang yang tidak mau bersusah payah melakukan hal itu. Banyak yang menempuh jalan pintas supaya bisa eksis. Aturan dan norma pun bukan merupakan hal yang tabu untuk dilanggar. Goal rules end. Tujuan menghalalkan cara.

Mungkinkah ini semua dikarenakan tuntutan akan penghargaan yang ingin didapat secara instan?

Read Full Post »